GA YaAllahBeriAkuKekuatan, Aida MA: Perempuan Bersenandung


Aku menerima pesan singkat dari handphone-ku.

“Kamu wis berangkat Rhino? Tak tunggu di mie mapan Barata Jaya ya..” tulisnya. Dan aku segera mengetik pesan balasan, “Oke, Nio.”.

Kulirik foto di atas meja belajarku. Foto yang memajang fotoku dengan keluarga besarku. Dan di atas meja kulihat buku bergambar dua tangan yang saling menggenggam. Kubuka halaman 179. Kutemukan sebuah tulisan yang kutulis beberapa bulan sebelumnya.

 

Perempuan Bersenandung

“Aku mendengarnya bersenandung. Suara indah yang membuatku terkesima dan terdiam menghayati saat mendengarnya. Ia bersenandung dengan indahnya. Aku yakin ia menyanyikan nada-nada cinta itu dari dalam hatinya. Karena aku bisa merasakannya. Sesuatu yang berasal dari hati akan dapat diterima dengan hati. Dan aku menikmatinya.

Aku tak sabar untuk segera menemuinya. Selalu kukatakan dalam hati kata-kata penyemangat bahwa sebentar lagi aku akan menemuinya. Perempuan cantik yang selalu bersenandung indah itu. Perempuan istimewa yang selalu memiliki cara untuk membuat prianya bertekuk lutut hanya dengan kata-katanya.

Aku tak tahu bagaimana parasnya, namun pesona kebaikannya seakan bisa membuat semua orang luluh dan mencintainya. Ya, aku bisa merasakannya walaupun hanya dengan mendengarnya berbicara kepada orang-orang di sekitarnya. Entah mengapa aku yakin bahwa ia memiliki hati yang bercahaya. 

Hari ini aku mendengarnya kembali bersenandung. Saat ia menyelesaikan pekerjaan rumah tangga di sela-sela waktunya menyelesaikan thesis. Sepertinya ia memang bukan perempuan yang betah berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Dan semua pekerjaan selalu dilakukannya dengan riang gembira.

Aku belum pernah menemuinya. Namun kuharap ia akan bahagia saat nanti kami dipertemukan. Ah.. tak sabar lagi rahasian. Jika tak ada aral melintang, rencananya pertemuan kami akan dilaksanakan sekitar lima minggu lagi. Bismillah. Semoga semuanya dilancarkan.

Saat ini aku belum dapat menemuinya, dan hanya bisa mendengar lirih suaranya dari sekat yang memisahkan kami.

Suatu hari aku terbangun dengan sebuah suara lirih yang terdengar melalui sekat tipis di dekatku. Hei.. mengapa ia merintih? Apa ia kesakitan? Ah.. sekat ini menghalangi pandanganku. Kuharap ia baik-baik saja.

Beberapa hari setelahnya, aku tak pernah lagi mendengar senandungnya. Apa yang terjadi padanya? Apa karena rintihannya beberapa waktu yang lalu? Seandainya aku bisa melihatnya dan memastikan keadaannya baik-baik saja, tentunya perasaanku tak akan secemas ini. 

Saat aku diliputi beribu tanya dalam benakku, tiba-tiba aku merasakan getaran hebat di sekitar tempatku berpijak. Hei.. apa yang terjadi?? Mengapa semuanya bergetar? Tak lama kemudian, sebuah dorongan keras membuatku hanyut dan aku tiba di sebuah tempat baru yang menyilaukan pandanganku. Aku merasa kedinginan, merasa tak nyaman dan akupun menjerit sekeras-kerasnya.

Saat aku membuka kembali kedua mataku, samar-samar aku melihat beberapa orang di sekelilingku dengan jubah putih berbicara satu dengan yang lain. Aku merasakan sakit di ulu hatiku. Selang-selang kecil menempel di tubuhku yang beberapa saat yang lalu terasa dingin. Aku merindukan suara lembut itu bersenandung untukku. Dimana ia? Apa yang terjadi padanya? Apa ia baik-baik saja?

Sekujur tubuhku terasa lemah. Dan aku pasrah saat selang-selang itu memenuhi sekujur tubuh mungilku yang kini berada dalam sebuah ruang sempit.  Aku merasa lemas. Napasku terasa berat. Sebuah suara lembut terdengar. Wajah manis dan lembut yang seharusnya kutemui empat minggu lagi kini berada tepat di hadapanku. Ia tersenyum padaku meskipun aku tahu hatinya pasti sedang sedih.

Kami akhirnya bertemu. Dan aku bahagia karena ia baik-baik saja. Sekujur tubuhku terasa hangat saat ia menyentuh tubuh mungilku melalui sarung tangan dalam ruang kecil ini, dan ia mulai bersenandung. Aku tertidur sesaat setelah ia bersenandung.

Dua hari kemudian aku merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhku. Selang-selang yang diharapkan mampu membantuku, ternyata tak berfungsi dengan sempurna. Tubuhku masih lemah. Aku belum mampu mencerna dengan baik susu yang seharusnya bisa membantuku bertahan. Aku memaksakan diri melihat perempuan hebat yang tetap di sisiku tanpa pernah meninggalkan aku. Aku berkata lirih dalam hati, semoga kata-kataku ini sampai ke dalam hatinya. 

“Bunda.. maafkan aku.. Aku terlalu lemah.. Aku bahagia bisa menatapmu.. Relakan aku pergi, suatu saat nanti aku akan berada di depan pintu besar menantimu datang.. Ya bunda, aku akan menjemputmu di depan pintu surga…“

Dan bayi tampan bernama Atha Shabir itu pun pergi untuk selamanya.

Semoga kedua orangtuanya menjadi orang-orang yang penyabar.

 

Catatan penulis:
Atha Shabir: rizki bagi orang-orang yang penyabar

***

Kututup buku mungil dalam genggamanku sembari mengusap bulir bening yang menetes di pipiku tanpa sanggup kucegah. Aku pun berangkat menemuinya.

Perempuan cantik itu tersenyum saat kami berjumpa. Ia mencium sayang kedua pipiku. Kami pun berpelukan.

Selepasnya ia memesan semangkuk mie bakso favorit kami berdua. Lalu dikeluarkannya ponselnya. Menunjukkan padaku beberapa foto yang belum pernah kulihat sama sekali.

Dan aku pun melihatnya. Bayi tampan Atha Shabir dengan selang-selang memenuhi tubuh mungilnya. Bayi tampan yang sangat mirip dengan ayahnya.

Ya Allah, berikanlah kekuatan pada sahabatku. Semoga kedua orang tua Atha diberikan ketabahan. Aku memeluknya tanpa bisa mengucapkan sepatahkatapun. Semoga pelukanku bisa membuatnya merasa lebih baik.

***

Tulisan ini diikutkan pada GA Ya Allah Beri Aku Kekuatan

ya Allah beri  aku kekuatan

12 pemikiran pada “GA YaAllahBeriAkuKekuatan, Aida MA: Perempuan Bersenandung

Tinggalkan Balasan ke aida Batalkan balasan